Ilmu Kita-Kita
Diberdayakan oleh Blogger.

AFIC SEBAGAI KONTROL

Sabtu, Agustus 22, 2015




Wawancara dengan Abd. Wahied, dosen Sosiologi IKIP Budi Utomo, anggota Al-Falah In Campus


Abd. Wahied adalah salah satu anggota AFIC, yang menempuh kuliah S1-nya di Sosiologi IKIP Budi Utomo. Sebagai orang yang pernah menjabat kordinator AFIC wilayah Malang, perannya cukup aktif dalam menggalang kesolidan AFIC wilayah Malang selain juga dalam mengawal kebijakan AFIC pusat. Kini, ia tengah menempuh S2 dan sambil lalu mengabdikan diri sebagai pengajar di IKIP Budi Utomo. Berikut petikan wawancara dengannya:

Adakah kongres besok memberi mimpi besar masa depan AFIC?
Selama kongres V dilakukan demi mereformulasi kepengurusan yang lebih solid, maka kekuatan AFIC kedepan semakin terintegrasi. Semoga.

Apakah peluang dan kendalanya?
Peluangnya saya lihat AFIC semakin hari dipercaya oleh alumni senior/asatidz, maka AFIC berpeluang akan menjadi wadah alumni yang besar dan terpercaya bila semakin sungguh-sungguh. Kendalanya, hemat saya teman-teman pengurus sebagian terkadang lupa atau sibuk urus yang lain daripada AFIC, apa mungkin kekurangjelasan job description ya hehehe.

Harapan anda atas AFIC selaku alumni dan pengajar?
Harapan sederhana dari saya, tetap menjaga komunikasi sebab roh organisasi adalah komunikasi. Dan nanti pengurus yang terpilih harap warnai AFIC dengan keragaman bendera-bendera yang harmonis tanpa egosentris. Siap melepas baju demi memakai baju Al-Falah in Campus.

Pesan anda terhadap ketua AFIC terpilih nantinya?
Untuk ketum baru, hiraukan hingar bingar kabar yang mengempiskan roda kepengurusan AFIC, fokus pada AD/ART dan program kerja. Anda tidak sendirian, ada kami bila selalu jagai komunikasi. Anda adalah arsitek peradaban AFIC. Amin

Terkait kepentingan politik, apa pesan anda agar kemungkinan AFIC dijadikan tunggangan politik bisa diminimalisir?
Untuk kemaslahatan politik demi kemajuan dan perbaikan PP. Al-Falah tidak apa-apa dan memang AFIC harus sebagai control. Namun bila AFIC terkontaminasi dengan kepentingan politik maka nyawa kepercayaan AFIC di ujung tanduk. Maka ketum perkuat prinsip pada visi misi rumah besar AFIC. Rawatlah AFIC yang Rahmatan lil alamin… semoga Amiin.


Reporter : Ahamad Mahfud
Editor : Sulaiman


More.... | komentar

TEKAD MIMPI BERSAMA SANG GURU

Rabu, April 15, 2015


Oleh: Khoyyimah 
Aku belajar dari sebuah keikhlasan, aku belajar dari sebuah kekurangan, aku belajar dari air mata dan aku belajar pada sebuah perbedaan.
#
Waktu seketika menyitaku dalam sebuah keharuan dan keikhlasan, saat dimana pelajaran berlangsung.Penugasan itu mengingatkakanku pada suatu masa linglung akan pekerjaan yang seharusnya kulakukan. Pura-pura mengerti mungkin itu yang ada, meronta ronta cemoohan diri dalam hati. Mengapa aku tidak mengerti? Mengapa aku tidak bisa? Senyum semringah terpancar dari wajahnya yang penuh semangat belajar akan hal yang bagiku tersulit didunia. Matematika, sepertinya begitu dalam pikiranku. Kembali masa-masa itu kudapati setelah penempatan praktek pengajaran lapang disalah satu SMA favorite di kota Malang berlangsung. Kudapati jam ke 3-4 temanku bertugas mengajar di kelas itu, sedang aku yang menjadi pendampingnya duduk di paling belakang. Terenyuh hati ini melihat siswa yang mengalami hal yang sama tatkala dulu aku duduk d bangku MA. Ingin sekali kumerangkulnya bersama serpihan-serpihan pengabdian yang kuminati.
Tuhan…aku melihat makhlukmu layaknya aku tatkala dulu kurang mengerti apa yang mesti kulakukan. Hati ini bergerak untuk mengayominya
Tuhan…aku ingin berbagi atas segala apa yang aku ketahui, ingin sekali merangkulnya bersama keceriaan dan bisa tersenyum bangga atas apa yang engkau anugerahkan.
Tuhan yang maha membolak-balikkan hati…ikhlas hati ini jika engkau beri kesempatan untuk berbagi dengan orang-orang yang butuh rangkulan hangat ilmu  yang engkau anugerahkan kepadaku, karena aku percaya dia dan mereka sama denganku.
Air mata haru tak dapat kubendung, penyesalan demi sebuah nilai kini mendera keberadaanku sebagai pengabdi keabadian. Awal kegiatanku dapat kujalani karena sebuah kewajiban mata kuliah yang harus kutempuh dengan segala rasa letih tanpa ikhlas. Tapi sesekali air mata mengalir ingin menebus segalanya. Ingin kudapati mereka dengan sebuah kecintaan pada rasa ilmu.
Darius, yah dia darius yang membangkitkan semangatku. Dia yang mengajakku pada apa yang sebenarnya menjadi tugasku. ‘’mengabdi’’. Mengabdi pada negeri ini. Berbagi pada insani. Kulihat temanku merangkulnya, membinbingnya dan melatihnya menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
Beberapa hari setelah itu. Aku bertugas mengajar di kelas IPS 2. Kembali hati ini menangis pada ragam anak indonesia yang butuh rangkulan hangat akan keikhlasan berbagi. Berbagi pada keindahan ilmu engkau tuhan…
« yanti. Are you in my lesson? «  senyumnya menandakan ketidakpahaman akan bahasa yang memang wajib kugunakan saat KBM berlangsung. Ku terjemahkan, namun sesekali ku tak dapat mengerti akan bahasa yang ia gunakan. Bukan karena bahasanya kurang baik tapi seolah ia malu mengutarakan apa yang ingin ia ungkapkan.
‘’ bu, sekolah saya dulu beda dengan sekolah-sekolah yang ada disini.‘’ tanpa kutanya ia menjelaskan perbedaan cara dan metode yang digunakan oleh gurunya semasa SMP di Indonesia bagian timur.
‘’ saya ditempatkan disekolah ini bu, bukan karena kemauan saya, tapi ini program pemerintah’’ dari situlah aku mengerti mengapa ia bisa sekolah favorite ini. Bukan maksud hati untuk merendahkan mereka, tapi memang begitulah kenyataannya, butuh ketalatenan penuh dalam membinbing mereka.
Saat bel istirahat dibunyikan, yanti menghampiriku dan memintaku untuk meluangkan waktu untuk berbagi ilmu. ‘’bu, saya ingin betul mengerti dan paham seperti teman-teman yang lain, jika ibu ada waktu saya ingin belajar’’ pernyataan itu ku balas dengan senyum setuju. Passionku memang berada pada mengajar. Senang rasanya semangatnya terbangun dan memberanikan diri menyatakan untuk belajar, setidaknya ada waktu tambahan sebagai binbingan bagi mereka. ‘’ jam ke 5-6 kami ada waktu untuk belajar bu, jadi bisa belajar di perpustakaan’’ ujarnya ‘’ yanti kenapa tidak masuk kelas? ‘’ sekarang pelajaran agama bu, jadi boleh tidak masuk kelas, biasanya juga kita belajar dan baca-baca buku di perpustakaan menunggu jam istirahat. Begitu penjelasannya. Hari itu memang pelajaran agama yang tak mewajibkannya masuk kelas karena tolransi agama yang ada.
Kuulangi lagi pelajaran-pelajaran yang usai kujelaskan didalam kelas. Anggukan mengerti mereka tunjukkan, lega rasanya bisa berbagi meski kumengerti pengabdianku tak cukup sampai disitu saja, namun kuberharap sedikit ilmu yang kupunya bisa membantu mereka berdiri sejajar dengan teman-temannya yang lain.
#
Evaluasi kembali diadakan oleh guru pamongku disana, kujelaskan bagaimana siswa dalam kelas memahami pelajaran tiap topik pada setiap minggunya, kujelaskan juga bagaimana yanti dan darius dikelas.
‘’ bagaimana lantas membantu mereka pak? Tanyaku penuh simpati’’ saya yakin mereka juga bisa jika kita binbing.
‘’sayapun mengerti itu bu, hanya saja kita juga harus memperhatikan mereka yang jauh lebih mudah dalam memahmi materi, karena jika tidak demikian mereka yang lain akan juga ketinggalan.
‘’ tapi setiap waktu jam pelajaran agama mereka meminta saya untuk berbagi ilmu kok pak’’
‘’begitukah? Bagus itu bu, saya sangat mendukung jika ibu sedia membinbingnya.
‘’ begitu juga dengan saya pak. Saya bersedia dan bangga bisa membinbing mereka, tapi apakah ini akan berlanjut meski kami sebagai guru PPL sudah tidak lagi mengajar disini?
‘’ saya akan membicarakan hal ini dengan guru yang lain’’
‘’Terimaksih pak, saya harap itu akan terwujud’’
#
Waktu PPL itupun berlalu begitu saja hingga tak terasa sudah dua bulan berjalan, dua hari lagi perpisahan. Berat kurasa karena tanggung jawab dan pengabdianku masih harus berlanjut, namun tak bisa kupungkiri, akupun bahagia karena masa PPL akan berakhir. Aku harus melanjutkan mimpi selanjutnya target masa depan masih panjang dan belum separuh dapat kusentuh,
‘’ ibu, apa benar ibu sudah tidak mau mengajar disini lagi? Pertanyaan yanti sontak mengingatkanku pada wajah seriusnya dalam memahami pelajaran dan mengerjakan tugas dengan panuh semangat perjuangan. ‘’ iya yanti, ibu harus menyelesaikan kuliah ibu dulu’’ jelasku padanya. ‘’ terimalah ini bu, yanti tidak bisa memberikan ibu sesuatu yang lebih, yanti hanya punya ini. Dan yanti harap keikhlasan ibu dalam mendidik akan selalu ada dalam pribadi ibu’’ harapan yanti membawaku kembali merangkul yanti, air mata haru tak mampu kubendung kala itu. ‘’ terimakasih nak, ini sudah lebih dari cukup buat ibu, yanti terus semangat ya nak’’ iya ibu terimakasih, yanti masuk kelas dulu.
Hari perpisahanpun tiba, kami para mahasiswa berpamitan tanpa acara perpisahan, karena tak mudah menyita waktu  KBM para siswa, maklumlah sekolah itu memang setara dengan SBI sekolah bertaraf internasional. Sejak perpisahan itu daku kembali membungkus tekad kuat untuk benar-benar mengabdi sebagai tenaga pengajar.

Dimuat di memo arema, Edisi 13 April 2015

Malang 06 April 2015

More.... | komentar [1]

Setulus Hati

Minggu, Februari 22, 2015

Oleh : Khoir Ar-ramadhani*
Aku memang tak layak kau sanjung
Karna berjalan pun aku masih tertatih
Tak tau arah kemana akan berhenti
Aku tak pantas tebarkan senyum
Karna sia sia dan tak bermakna
Jangan bilang itu menyejukkan hati
Karna semua hanya ilusi
Adaku hampa. Tulusku belaka
Tapi itu bagimu, karena tingkah tak bersabda
Lantas apa aku marah? Tidak sayang,,,
Teruslah tabur dusta atasku
Takkan ku biarkan nista pada adamku
Tak ada raut suram menghias diri
Karena kau ada untuk aku singgahi
Tenanglah,,,, aku takkan mengemis hati
Takkan pula minta satu langkah peduli
Karena tulus menghias diri
Dengan akhir yang tak pasti

*Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang
More.... | komentar [1]

Entri Populer

 
Support : Creating Website | Ka-conk Mahfud
Copyright © 2014. Suara AF-IC - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website Inspired Wordpress Hack
Proudly powered by Blogger