Ilmu Kita-Kita
Diberdayakan oleh Blogger.
Home » » Masjid Agung Sumenep

Masjid Agung Sumenep

M
asjid Agung Sumenep secara geografis terletak di pusat kota Sumenep, tepatnya di sebelah  barat taman bunga di alun-alun kota Sumenep. Masjid Agung Sumenep didirikan oleh Pangeran Natakusumo, atau juga dikenal dengan sebutan Panembahan Simolo yang memunyai nama asli Asiruddin. Pangeran Natakusumo adalah putera dari Bindara Saod dari hasil pernikahannya dengan Ratu Tirtanegara yang ketika itu menjabat sebagai adipati di Sumenep. Tidak diketahui secara pasti kapan masjid tersebut dibangun, tapi berdasarkan data yang dapat ditemukan masjid tersebut dirampungkan pada tahun 126 H. Arsitek pembagunan masjid tersebut bernama Law Pia Ngo, seorang Tionghoa yang berasal dari pelarian Semarang.
Bangunan Masjid Agung Sumenap hingga saat ini masih terlihat kokoh dengan sentuhan karakteristik arsitektur klasik yakni memadukan karakteristik arsitektur China, Eropa dan Jawa. Sentuhan karakteristik arsitektur Eropa terlihat dari bentuk dindingnya yang kuat dan tebal. Sentuhan karakteristik arsitektur China terlihat pada ornamen-ornamen yang nampak pada dinding-dinding, terutama pada bagian pengimaman dan bentuk ujung kubahnya. Sementara Sentuhan karakteristik arsitektur Jawa bisa terlihat pada model dan ukiran yang nampak pada kusen pintu dan jendelanya.
Ketika hendak memasuki pintu utama masjid, kita bisa melihat beberapa wasiat yang berasal dari pangeran Natakusumo yang terletak di sebelah kanan dan sebelah kiri pintu utama. Pada wasiat pertama, pangeran Natakusumo berpesan bahwa Masjid Agung tersebut dibangun sebagai tempat ibadah masyarakat Islam untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sementara pada wasiat kedua, Pangearan Natakusuma berpesan kepada para penguasa dan pemuka agama agar tetap menegakkan kebajikan serta manjaga eksistensi masjid sebagai jalan kebajiakan dan ikhlas karena Allah. Harus tetap menjaga menjaga masjid dari berbagai bentuk kerusakan, baik kerusakan secara materil maupun kerusakan secara moral. Wasiat tersebut ditulis dengan bahasa jawa klasik dengan menggunakan tulisan arab yang menggunakan bingkai berbentuk buah delima. Maksud dari buah deliama adalah agar keturunannya tetap menjaga persaudaran, persatuan dan kesatuan.
Masjid Agung Sumenep secara keseluruhan memunyai sembilan pintu dan enam jendela dengan ukuran yang sangat besar. Bentuk kusen dan daun pintu maupun jendelanya tampak dengan wajah yang berkarakter arsitektur Jawa klasik. Sembilan pintu tersebut termasuk tiga pintu utama, yaitu yang berada di bagian depan, dan dua lagi di samping kanan dan kiri. Pada tiga daun pintu utama dilengkapi dengan motif ukiran bunga yang bernuansa Jawa klasik yang sangat estetik.  Pada bagian depan terdapat lima pintu dengan satu pintu uatama. Satu pintu utama tersebut mengisyaratkan Nabi Muhammad, sementara empat pintu lainnya mengisyratkan Khulafā’ al-Rasyidīn. Pada bagian dalam masjid terdapat 13 pilar yang kokoh sebagai penopang utama bangunan. Jumalah 13 tersebut mengisyaratkan “aqaid 13” yakni sifat wajib bagi Allah dalam teologi Asy‘airiyah yang dihitung dari sifat wujūd sampai kalām. Belum ada penjelasan secara filosofis tentang apa yang dimaksud dengan “aqaid 13” tersebut. Sementara pada bagian serambi masjid terdapat 20 pilar yang mengisyaratkan 20 sifat tuhan secara keseluran dalam teologi Asy‘ariyah. Salah satu yang unik adalah bentuk pengimamannya. Karakteristik ornaminnya sangat khas dengan arsitektur China, bahkan terbuat dari keramik-keramik yang bermotif China. Yang unik adalah bentuknya berbeda dari bentuk pengimaman masjid pada umumnya yang mempunyai satu pengimaman dan satu mihrab. Sementara di masjid ini memunyai satu pengimaman dan dua mihrab di kedua sisi kanan dan kiri. Pada bagian atap masjid sama dengan bentuk atap masjid jawa pada umumnya, yakni dengan bentuk jonglo tiga tingkat, yang paling atas berbentuk limas menjulang ke atas. Pada ujung limas ini terdapat kubah kecil tiga tingkat dengan karakteristik arsitektur China. Ujung kubah kecil yang terbuat dari batu geok tersebut dalam kepercayaan Tionghoa memunyai tujuan menolak segala macam bencana dan meminta keselamatan kepada yang Kuasa. Pada serambi bagian depan, tepatnya di bagian timur laut terdapat sebuah beduk dengan diameter lingkaran ± 1,5 M. Beduk tersebut adalah beduk yang memang sudah ada sejak masjid ini berdiri. Yang paling menarik dari bangunan tua ini adalah gapuranya. Gapura tersebut nampak dengan gaya arsitektur China-Eropa dan sedikit sentuhan arsitektur Jawa yang memadu dengan sangat eksotis. Di dalam ruangan gapura lantai atas terdapat sebuah beduk dengan ukuran sangat besar, yang konon merupakan salah satu beduk terbesar di Indonesia. Hingga saat ini secara keseluruhan bangunan masjid ini ada perubahan yang sangat berarti dari bentuk aslinya, kecuali pembaharuan warna pada bagian-bagian tertentu saja, dan pemanbahan lokasi serambi sesuai kepentingan kapasitas yang lebih luas, serta penggantian lantai dari bentuk aslinya menjadi keramik.
Sampai sekarang Masjid Agung Sumenep tetap berfungsi sebagai sentral aktifitas keagamaan masyarakat Sumenep. Selain menjadi kebanggaan masyarakat setempat, masjid Masjid Agung juga menarik minat banyak pengunjung dari berbagai penjuru karena menyimpan nilai-nilai sejarah, religius dan sentuhan arsitektur klasik yang sangat memukau. Pasalnya sudah banyak berbagai penelitian yang dilakukan oleh beberapa lembaga penelitian dan perguruan tinggi di Indonesia, tapi belum ada hasil penelitian yang menjelaskan secara lengkap dan menyeluruh mengenai masjid kuno ini.   

Oleh : Abdus Syakur (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Ka-conk Mahfud
Copyright © 2014. Suara AF-IC - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website Inspired Wordpress Hack
Proudly powered by Blogger