| 
M | 
asjid
Agung Sumenep secara geografis terletak di pusat kota Sumenep, tepatnya di
sebelah  barat taman bunga di alun-alun
kota Sumenep. Masjid Agung Sumenep didirikan oleh Pangeran Natakusumo, atau
juga dikenal dengan sebutan Panembahan Simolo yang memunyai nama asli
Asiruddin. Pangeran Natakusumo adalah putera dari Bindara Saod dari hasil
pernikahannya dengan Ratu Tirtanegara yang ketika itu menjabat sebagai adipati
di Sumenep. Tidak diketahui secara pasti kapan masjid tersebut dibangun, tapi
berdasarkan data yang dapat ditemukan masjid tersebut dirampungkan pada tahun
126 H. Arsitek pembagunan masjid tersebut bernama Law Pia Ngo, seorang Tionghoa
yang berasal dari pelarian Semarang. 
 Bangunan
Masjid Agung Sumenap hingga saat ini masih terlihat kokoh dengan sentuhan
karakteristik arsitektur klasik yakni memadukan karakteristik arsitektur China,
Eropa dan Jawa. Sentuhan karakteristik arsitektur Eropa terlihat dari bentuk dindingnya
yang kuat dan tebal. Sentuhan karakteristik arsitektur China terlihat pada
ornamen-ornamen yang nampak pada dinding-dinding, terutama pada bagian
pengimaman dan bentuk ujung kubahnya. Sementara Sentuhan karakteristik
arsitektur Jawa bisa terlihat pada model dan ukiran yang nampak pada kusen pintu
dan jendelanya.
Bangunan
Masjid Agung Sumenap hingga saat ini masih terlihat kokoh dengan sentuhan
karakteristik arsitektur klasik yakni memadukan karakteristik arsitektur China,
Eropa dan Jawa. Sentuhan karakteristik arsitektur Eropa terlihat dari bentuk dindingnya
yang kuat dan tebal. Sentuhan karakteristik arsitektur China terlihat pada
ornamen-ornamen yang nampak pada dinding-dinding, terutama pada bagian
pengimaman dan bentuk ujung kubahnya. Sementara Sentuhan karakteristik
arsitektur Jawa bisa terlihat pada model dan ukiran yang nampak pada kusen pintu
dan jendelanya. 
Ketika
hendak memasuki pintu utama masjid, kita bisa melihat beberapa wasiat yang
berasal dari pangeran Natakusumo yang terletak di sebelah kanan dan sebelah
kiri pintu utama. Pada wasiat pertama, pangeran Natakusumo berpesan bahwa
Masjid Agung tersebut dibangun sebagai tempat ibadah masyarakat Islam untuk
mendekatkan diri kepada Allah. Sementara pada wasiat kedua, Pangearan
Natakusuma berpesan kepada para penguasa dan pemuka agama agar tetap menegakkan
kebajikan serta manjaga eksistensi masjid sebagai jalan kebajiakan dan ikhlas
karena Allah. Harus tetap menjaga menjaga masjid dari berbagai bentuk
kerusakan, baik kerusakan secara materil maupun kerusakan secara moral. Wasiat
tersebut ditulis dengan bahasa jawa klasik dengan menggunakan tulisan arab yang
menggunakan bingkai berbentuk buah delima. Maksud dari buah deliama adalah agar
keturunannya tetap menjaga persaudaran, persatuan dan kesatuan.
Masjid
Agung Sumenep secara keseluruhan memunyai sembilan pintu dan enam jendela
dengan ukuran yang sangat besar. Bentuk kusen dan daun pintu maupun jendelanya
tampak dengan wajah yang berkarakter arsitektur Jawa klasik. Sembilan pintu
tersebut termasuk tiga pintu utama, yaitu yang berada di bagian depan, dan dua
lagi di samping kanan dan kiri. Pada tiga daun pintu utama dilengkapi dengan
motif ukiran bunga yang bernuansa Jawa klasik yang sangat estetik.  Pada bagian depan terdapat lima pintu dengan satu
pintu uatama. Satu pintu utama tersebut mengisyaratkan Nabi Muhammad, sementara
empat pintu lainnya mengisyratkan Khulafā’
al-Rasyidīn. Pada bagian dalam masjid terdapat 13 pilar yang kokoh sebagai
penopang utama bangunan. Jumalah 13 tersebut mengisyaratkan “aqaid 13” yakni
sifat wajib bagi Allah dalam teologi Asy‘airiyah yang dihitung dari sifat wujūd sampai kalām. Belum ada penjelasan secara filosofis tentang apa yang
dimaksud dengan “aqaid 13” tersebut. Sementara pada bagian serambi masjid
terdapat 20 pilar yang mengisyaratkan 20 sifat tuhan secara keseluran dalam
teologi Asy‘ariyah. Salah satu yang unik adalah bentuk pengimamannya.
Karakteristik ornaminnya sangat khas dengan arsitektur China, bahkan terbuat
dari keramik-keramik yang bermotif China. Yang unik adalah bentuknya berbeda
dari bentuk pengimaman masjid pada umumnya yang mempunyai satu pengimaman dan
satu mihrab. Sementara di masjid ini memunyai satu pengimaman dan dua mihrab di
kedua sisi kanan dan kiri. Pada bagian atap masjid sama dengan bentuk atap
masjid jawa pada umumnya, yakni dengan bentuk jonglo tiga tingkat, yang paling
atas berbentuk limas menjulang ke atas. Pada ujung limas ini terdapat kubah
kecil tiga tingkat dengan karakteristik arsitektur China. Ujung kubah kecil
yang terbuat dari batu geok tersebut dalam kepercayaan Tionghoa memunyai tujuan
menolak segala macam bencana dan meminta keselamatan kepada yang Kuasa. Pada
serambi bagian depan, tepatnya di bagian timur laut terdapat sebuah beduk
dengan diameter lingkaran ± 1,5 M. Beduk tersebut adalah beduk yang memang
sudah ada sejak masjid ini berdiri. Yang paling menarik dari bangunan tua ini
adalah gapuranya. Gapura tersebut nampak dengan gaya arsitektur China-Eropa dan
sedikit sentuhan arsitektur Jawa yang memadu dengan sangat eksotis. Di dalam
ruangan gapura lantai atas terdapat sebuah beduk dengan ukuran sangat besar,
yang konon merupakan salah satu beduk terbesar di Indonesia. Hingga saat ini secara
keseluruhan bangunan masjid ini ada perubahan yang sangat berarti dari bentuk
aslinya, kecuali pembaharuan warna pada bagian-bagian tertentu saja, dan
pemanbahan lokasi serambi sesuai kepentingan kapasitas yang lebih luas, serta
penggantian lantai dari bentuk aslinya menjadi keramik.
Sampai
sekarang Masjid Agung Sumenep tetap berfungsi sebagai sentral aktifitas
keagamaan masyarakat Sumenep. Selain menjadi kebanggaan masyarakat setempat,
masjid Masjid Agung juga menarik minat banyak pengunjung dari berbagai penjuru
karena menyimpan nilai-nilai sejarah, religius dan sentuhan arsitektur klasik
yang sangat memukau. Pasalnya sudah banyak berbagai penelitian yang dilakukan
oleh beberapa lembaga penelitian dan perguruan tinggi di Indonesia, tapi belum
ada hasil penelitian yang menjelaskan secara lengkap dan menyeluruh mengenai
masjid kuno ini.   
Oleh : Abdus Syakur (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)



0 komentar:
Posting Komentar