Home »
Jejak AFIC
 » Catatan Perjalanan Al-Falah In Campus
Catatan Perjalanan Al-Falah In Campus
Al-Falah, pada awalnya berupa pondok pesantren kecil, sebuah tempat untuk menimba ilmu agama. Pesantren ini didirikan oleh KH.Qomaruddin Burhan. Dengan bekal ilmu agama yang diperoleh di pondok pesantren Sotabar dan Banyuanyar, beliau membuka pengajaran ilmu-ilmu agama kepada segelintir orang. Semakin hari, pengajaran ilmu agama ini semakin diminati sehingga semakin bertambah santri yang ingin belajar.
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan kebutuhan manusia yang semakin meningkat, para santri alumni mulai melanjutkan ke perguruan tinggi. Saat ini mereka telah tersebar di beberapa kampus di Indonesia dan ada pula yang di luar negeri seperti Mesir dan Malaysia.
Kiprah para alumni terutama yang sarjana begitu besar bagi Al-Falah. Mereka menjadi tulang punggung kemajuan Al-Falah. Banyak pembaharuan pendidikan di Al-Falah, seperti adanya lembaga-lembaga pendidikan formal (SDF, MTs., MA. dan SMK), pembukaan kursus-kursus, dll. tidak lepas dari kiprah mereka yang mengabdikan diri di lembaga Al-Falah.
Namun keberadaan mahasiswa alumni (yang masih aktif di kampus) yang tersebar di seluruh Indonesia dan luar negeri menjadi kendala tersendiri dengan tidak adanya media pemersatu. Jarak geografis seringkali menjadi hambatan serius. Karena itu, AFIC lahir sebagai respon terhadap kondisi itu. Melalui media AFIC, para mahasiswa alumni dapat bersatu dan berbicara dalam satu tujuan untuk kemajuan Al-Falah.
Pasang Surut AFIC
Sekitar awal September 2006[1], enam mahasiswa Jember mengadakan rapat di Jl. Kalimantan Jember. Mereka antara lain Moh. Juddin selaku pemimpin rapat (Unmuh Jember), Rahmah (Universitas Jember), Mulyadi (Universitas Muhammadiyah Jember), Sumli (Universitas Muhammadiyah Jember), Fathur (Universitas Muhammadiyah Jember), dan Ach. Fauzi (Unmuh Jember). Mereka membicarakan suatu wadah atau organisasi yang bisa menyatukan seluruh mahasiswa alumni Al-Falah yang menyebar di beberapa kampus di Indonesia. Dari pembicaraan itu lahirlah “Al-Falah In Campus” (AFIC).
Sekitar akhir 2009[2], beberapa mahasiswa alumni Al-Falah mengadakan rapat untuk kali pertama, setelah jeda dua tahun, yang berlangsung di ruang Madrasah Aliyah Putri Al-Falah lantai 2 (gedung utara, sekarang MTs. Putri). Rapat ini menindaklanjuti gagasan tentang pembentukan AFIC sebagai organisasi formal yang memiliki struktur pengurus dan AD/ART sebagai landasan organisasi.
Rapat ini sempat berjalan alot, beberapa diantara mereka agak keberatan dengan nama AFIC dan mengusulkan nama lain. Rapat yang sempat berjalan a lot ini akhirnya tetap menyepakati Al-Falah In Campus (AFIC) sebagai nama organisasi ini. Hasil rapat juga menghasilkan AD/ART dan membagi AFIC kedalam tiga wilayah besar yakni Madura, Malang dan Jember. Beberapa hari berikutnya, rapat pemilihan ketua umum AFIC berlangsung di rumahnya Hairus (UNIRA). Dalam rapat itu, Sutipyo Erhans terpilih sebagai ketua umum AFIC, Sulaiman sebagai Sekretaris dan Nanik Fauziyah sebagai Bendahara. Rapat penentuan Nama, AD/ART, Pemilihan Struktur dan pemetaan wilayah yang berlangsung beberapa tahapan ini merupakan kongres pertama AFIC.
Dua tahun kepengurusan AFIC yang pertama mengalami kendala. AFIC mengalami stagnasi. Para pengurus dan anggotanya tidak terkoordinir dengan baik. Sementara ketua umum tampak sebagai pengurus tunggal AFIC yang tidak punya partner kerjasama. Akhirnya agenda AFIC, yang sebelumnya telah diagendakan oleh pengurus terpilih, tidak berjalan sama sekali. Adanya konflik di internal AFIC (terutama persoalan wilayah) semakin memperparah kondisi itu. Itulah untuk pertama kali AFIC mengalami ujian berat. Dampak dari semua situasi itu meredupkan semangat anggota dan kepercayaan mereka terhadap AFIC.
Namun di balik itu, ada juga yang melihatnya secara positif. Mereka menganggap hal itu wajar sebagai proses pendewasaan organisasi. Mereka optimis mampu merestorasi AFIC ke jalan yang diharapkan banyak orang. Wujud optimisme itu terjadi akhir Desember 2011 (tepatnya beberapa hari setelah Idul Fitri), AFIC mengadakan rapat di ruangan sebelah utara Masjid di Al-Falah dengan agenda pemilihan pengurus baru AFIC. Dalam rapat itu, Abd. Majid terpilih sebagai ketua umum AFIC, Lutfi Tamin sebagai sekretaris dan Nasiruddin sebagai bendahara umum.
Beberapa hari setelah terpilihnya pengurus baru periode 2011-2012, mereka mengadakan rapat kerja di rumah Abd. Majid bancek (belakang Masjid Al-Khairat). Rapat kerja itu dihadiri oleh 10 orang: Sulaiman (UIN Jakarta), Bahrur Rosi, (UIN Jakarta), Mahfudz Suaidi (Unmuh Jember), Khalik Effendi (IKIP Budi Utomo Malang), Ach. Qusyairi (PTIQ Jakarta), M. Nasiruddin (IKIP Budi Utomo Malang), Sitti Atiyah (STAI Ponjanan), Jalilatul (STAI Ponjanan), Mad Juddin (Unmuh Jember), dan Yasin (STAIN Pamekasan).
Namun sekali lagi, agenda raker tidak berjalan sesuai harapan. Komunikasi diantara pengurus, konsolidasi antar-wilayah dan anggota AFIC yang yang tersebar jauh mengalami kendala. Mereka sibuk dengan urusan masing-masing. Kepengurusan AFIC kembali mendapat ujian. Untungnya, sebagian yang aktif di dunia maya memanfaatkan fasilitas grup facebook. Melalui media itu, mereka berkomunikasi satu satu sama lain, mengungkapkan kritik konstruktif maupun kritik murni, bertukar gagasan dan semacamnya. Sampai saat ini, grup ini tetap menjadi ruang komunikasi bagi anggota AFIC.
Pada 24 Februari 2012, teman-teman Jember memprakarsai acara maulid nabi yang diselenggarakan di rumahnya Hadlari (lebih dikenal “Bojes”). Dalam acara itu diselenggarakanlah evaluasi AFIC yang sekaligus membicarakan agenda AFIC untuk tiga bulan ke depan. Diantara yang disepakati adalah program sosialisasi kampus (AFIC Goes To School) yang telah dilaksanakan pada 26 Februari 2012, pembuatan karya tulis di dunia maya (teknisnya masih dalam proses), dan pelaksanaan tablig Akbar (rencana pada 17 Juli 2012).
*Apabila ada yang terlibat langsung dalam beberapa peristiwa di dalam tulisan ini dan mendapati adanya kekeliruan sejarah, diharapkan konfirmasinya. 087750554993 atau melalui grup facebook.
28 Februari 2012
[1] Kedua nara sumber saudara Moh. Juddin dan Fathur tidak menyebutkan dengan pasti mengenai tanggalnya (demi validitas sejarah, keempat pelaku sejarah lainnya juga akan diwawancarai).
[2] Penulis belum melakukan wawancara langsung kepada mereka yang terlibat. Hanya saja penulis sebagai orang yang juga terlibat dalam rapat AD/ART ini dapat mengingat tahun peristiwa itu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)



1 komentar:
BOLEHKAH KU PANGGIL AYAH PADAMU
Ayah
Selama mata ini menatap kehidupan
Dengan kau mengiringi kekuranganku
Sampai usahamu melengkapkanku
Hingga sedewasa ini
Aku tak pernah memberikan apa yang kau harapkan dalam diri ini
Harapan yang kau tanam dalam diriku
Telah ku tumbuhkan dengan penuh rasa kecewamu
Sampaii tuamu tak mampu lagi membaca salahku
Ayah
Selama ku menikmati peluhmu
Dengan kau mencucuri semangat untukku
Aku sangat kesakitan karna diriku sendiri
Ayah
Segalanya kau berikan padaku
Tapi apakah suatu saat atau bahkan saat ini
Mampukah aku memberi dari apa yang kau inginkan dariku slama ini !!!
Ayah
Kau selalu membekali aku dengan pengetahuan sesuai harapmu
Tapi aku tak pernah berikan hal itu
Betapa kau adalah ayah yang menjadi keberuntungan bagiku
Aku tidak mau kehilangan lagi
Tentang kebahagiaan yang tak pernah ku berikan selama ini
Tak ingin aku mempertemukanmu lagi dengan sebuah kekecewaan yang akan membuat mu
Sakit dan tersiksa akan diriku yang selalu kau sayangi!!!
Ayah
Disaat hati penuh kesalahan
Jiwa yang kotor akan kekeliruan
Masihkah pantas aku meraupkan sejuta tangis teruntukmu???
Bolehkah aku memanggil mu ayah?????
Bila hadirku tak selengkap inginmu
Dan selaras senyummu yang menyimpan keinginan padaku
Hanya kasihmu yang bisa menghapus rasa kekecewaan di balik kesalahanku
Ketika peluhmu menjadikan diri ini laksana ratu
Disetiap keinginan yang selalu kau wujudkan
Masihkah aku pantas memperlakukan mu dengan rasa
Yang membuatmu sakit???
Idzinkan aku memanggilmu “AYAH”
By:tasya pena sejati
Posting Komentar