Ilmu Kita-Kita
Diberdayakan oleh Blogger.
Home » » TEKAD MIMPI BERSAMA SANG GURU

TEKAD MIMPI BERSAMA SANG GURU


Oleh: Khoyyimah 
Aku belajar dari sebuah keikhlasan, aku belajar dari sebuah kekurangan, aku belajar dari air mata dan aku belajar pada sebuah perbedaan.
#
Waktu seketika menyitaku dalam sebuah keharuan dan keikhlasan, saat dimana pelajaran berlangsung.Penugasan itu mengingatkakanku pada suatu masa linglung akan pekerjaan yang seharusnya kulakukan. Pura-pura mengerti mungkin itu yang ada, meronta ronta cemoohan diri dalam hati. Mengapa aku tidak mengerti? Mengapa aku tidak bisa? Senyum semringah terpancar dari wajahnya yang penuh semangat belajar akan hal yang bagiku tersulit didunia. Matematika, sepertinya begitu dalam pikiranku. Kembali masa-masa itu kudapati setelah penempatan praktek pengajaran lapang disalah satu SMA favorite di kota Malang berlangsung. Kudapati jam ke 3-4 temanku bertugas mengajar di kelas itu, sedang aku yang menjadi pendampingnya duduk di paling belakang. Terenyuh hati ini melihat siswa yang mengalami hal yang sama tatkala dulu aku duduk d bangku MA. Ingin sekali kumerangkulnya bersama serpihan-serpihan pengabdian yang kuminati.
Tuhan…aku melihat makhlukmu layaknya aku tatkala dulu kurang mengerti apa yang mesti kulakukan. Hati ini bergerak untuk mengayominya
Tuhan…aku ingin berbagi atas segala apa yang aku ketahui, ingin sekali merangkulnya bersama keceriaan dan bisa tersenyum bangga atas apa yang engkau anugerahkan.
Tuhan yang maha membolak-balikkan hati…ikhlas hati ini jika engkau beri kesempatan untuk berbagi dengan orang-orang yang butuh rangkulan hangat ilmu  yang engkau anugerahkan kepadaku, karena aku percaya dia dan mereka sama denganku.
Air mata haru tak dapat kubendung, penyesalan demi sebuah nilai kini mendera keberadaanku sebagai pengabdi keabadian. Awal kegiatanku dapat kujalani karena sebuah kewajiban mata kuliah yang harus kutempuh dengan segala rasa letih tanpa ikhlas. Tapi sesekali air mata mengalir ingin menebus segalanya. Ingin kudapati mereka dengan sebuah kecintaan pada rasa ilmu.
Darius, yah dia darius yang membangkitkan semangatku. Dia yang mengajakku pada apa yang sebenarnya menjadi tugasku. ‘’mengabdi’’. Mengabdi pada negeri ini. Berbagi pada insani. Kulihat temanku merangkulnya, membinbingnya dan melatihnya menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
Beberapa hari setelah itu. Aku bertugas mengajar di kelas IPS 2. Kembali hati ini menangis pada ragam anak indonesia yang butuh rangkulan hangat akan keikhlasan berbagi. Berbagi pada keindahan ilmu engkau tuhan…
« yanti. Are you in my lesson? «  senyumnya menandakan ketidakpahaman akan bahasa yang memang wajib kugunakan saat KBM berlangsung. Ku terjemahkan, namun sesekali ku tak dapat mengerti akan bahasa yang ia gunakan. Bukan karena bahasanya kurang baik tapi seolah ia malu mengutarakan apa yang ingin ia ungkapkan.
‘’ bu, sekolah saya dulu beda dengan sekolah-sekolah yang ada disini.‘’ tanpa kutanya ia menjelaskan perbedaan cara dan metode yang digunakan oleh gurunya semasa SMP di Indonesia bagian timur.
‘’ saya ditempatkan disekolah ini bu, bukan karena kemauan saya, tapi ini program pemerintah’’ dari situlah aku mengerti mengapa ia bisa sekolah favorite ini. Bukan maksud hati untuk merendahkan mereka, tapi memang begitulah kenyataannya, butuh ketalatenan penuh dalam membinbing mereka.
Saat bel istirahat dibunyikan, yanti menghampiriku dan memintaku untuk meluangkan waktu untuk berbagi ilmu. ‘’bu, saya ingin betul mengerti dan paham seperti teman-teman yang lain, jika ibu ada waktu saya ingin belajar’’ pernyataan itu ku balas dengan senyum setuju. Passionku memang berada pada mengajar. Senang rasanya semangatnya terbangun dan memberanikan diri menyatakan untuk belajar, setidaknya ada waktu tambahan sebagai binbingan bagi mereka. ‘’ jam ke 5-6 kami ada waktu untuk belajar bu, jadi bisa belajar di perpustakaan’’ ujarnya ‘’ yanti kenapa tidak masuk kelas? ‘’ sekarang pelajaran agama bu, jadi boleh tidak masuk kelas, biasanya juga kita belajar dan baca-baca buku di perpustakaan menunggu jam istirahat. Begitu penjelasannya. Hari itu memang pelajaran agama yang tak mewajibkannya masuk kelas karena tolransi agama yang ada.
Kuulangi lagi pelajaran-pelajaran yang usai kujelaskan didalam kelas. Anggukan mengerti mereka tunjukkan, lega rasanya bisa berbagi meski kumengerti pengabdianku tak cukup sampai disitu saja, namun kuberharap sedikit ilmu yang kupunya bisa membantu mereka berdiri sejajar dengan teman-temannya yang lain.
#
Evaluasi kembali diadakan oleh guru pamongku disana, kujelaskan bagaimana siswa dalam kelas memahami pelajaran tiap topik pada setiap minggunya, kujelaskan juga bagaimana yanti dan darius dikelas.
‘’ bagaimana lantas membantu mereka pak? Tanyaku penuh simpati’’ saya yakin mereka juga bisa jika kita binbing.
‘’sayapun mengerti itu bu, hanya saja kita juga harus memperhatikan mereka yang jauh lebih mudah dalam memahmi materi, karena jika tidak demikian mereka yang lain akan juga ketinggalan.
‘’ tapi setiap waktu jam pelajaran agama mereka meminta saya untuk berbagi ilmu kok pak’’
‘’begitukah? Bagus itu bu, saya sangat mendukung jika ibu sedia membinbingnya.
‘’ begitu juga dengan saya pak. Saya bersedia dan bangga bisa membinbing mereka, tapi apakah ini akan berlanjut meski kami sebagai guru PPL sudah tidak lagi mengajar disini?
‘’ saya akan membicarakan hal ini dengan guru yang lain’’
‘’Terimaksih pak, saya harap itu akan terwujud’’
#
Waktu PPL itupun berlalu begitu saja hingga tak terasa sudah dua bulan berjalan, dua hari lagi perpisahan. Berat kurasa karena tanggung jawab dan pengabdianku masih harus berlanjut, namun tak bisa kupungkiri, akupun bahagia karena masa PPL akan berakhir. Aku harus melanjutkan mimpi selanjutnya target masa depan masih panjang dan belum separuh dapat kusentuh,
‘’ ibu, apa benar ibu sudah tidak mau mengajar disini lagi? Pertanyaan yanti sontak mengingatkanku pada wajah seriusnya dalam memahami pelajaran dan mengerjakan tugas dengan panuh semangat perjuangan. ‘’ iya yanti, ibu harus menyelesaikan kuliah ibu dulu’’ jelasku padanya. ‘’ terimalah ini bu, yanti tidak bisa memberikan ibu sesuatu yang lebih, yanti hanya punya ini. Dan yanti harap keikhlasan ibu dalam mendidik akan selalu ada dalam pribadi ibu’’ harapan yanti membawaku kembali merangkul yanti, air mata haru tak mampu kubendung kala itu. ‘’ terimakasih nak, ini sudah lebih dari cukup buat ibu, yanti terus semangat ya nak’’ iya ibu terimakasih, yanti masuk kelas dulu.
Hari perpisahanpun tiba, kami para mahasiswa berpamitan tanpa acara perpisahan, karena tak mudah menyita waktu  KBM para siswa, maklumlah sekolah itu memang setara dengan SBI sekolah bertaraf internasional. Sejak perpisahan itu daku kembali membungkus tekad kuat untuk benar-benar mengabdi sebagai tenaga pengajar.

Dimuat di memo arema, Edisi 13 April 2015

Malang 06 April 2015

Share this article :

1 komentar:

Dyah Ayu Rahmawati mengatakan...

subhanallah.. guru yang mulia :)
maaf guestbooknya dimana ya??? ^_^
www.tutorskita.blogspot.com

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Ka-conk Mahfud
Copyright © 2014. Suara AF-IC - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website Inspired Wordpress Hack
Proudly powered by Blogger