Aku mencintaimu tepat saat lonceng gereja 
berdentam.
angin malam melunaskan gelap pekat dan
gigil yang merajam,
daun kering gugur satu.
tapi gerimis
membuatnya tumbuh seribu:
pada akhirnya kita akan menjadi jarum jam
yang patah
sebelum menuntaskan putaran yang terakhir
“tapi waktu akan tetap selalu gelisah
dan kita akan menggantinya dengan busur panah,” katamu
dengan mata yang selalu basah.
buatlah senyummu sesederhana mungkin,
meski akhirnya aku
akan kehilangan banyak kalimat.
percayalah, diamku
lebih kaya
ketimbang puisi penyair yang diracik dari
potongan tulang sulbi dan ledak birahi.
Harsono (Mahasiswa
Aqidah Filsafat UIN Syarif Hidayatullah)




1 komentar:
Mantap. Lanjutkan bank. Hahaha
Posting Komentar