Di era
globalisasi ini, sekat-sekat ruang antar negara hampir tidak ada sama sekali.
Berbagai macam informasi dari seluruh negara di dunia bisa diakses semudah
mungkin oleh siapapun. Hampir
setiap hari, kita senantiasa melihat tontonan beraneka ragam budaya dari
negara-negara di seantero dunia ini. Tak ada permasalahan terkait ruang dan
waktu. Kekayaan teknologi telah mampu menjawab permasalahan-permasalahan itu.
Budaya pop
merupakan fenomena global. Dengan lain kata, fenomena ini terjadi di banyak
negara di dunia sebagai akibat arus globalisasi. Salah satu faktornya adalah
media. Merebaknya berbagai macam media yang kian mudah diakses sangat
menentukan terhadap masuknya berbagai macam budaya dari luar, terutama dari
barat. Tentu, masyarakat kota yang pertama-tama merasakan arus globalisasi ini.
Peran media
sangatlah besar dalam hal ini. Terutama televisi, ia menjelma kebutuhan penting
bagi masyarakat perkotaan. Sebagian besar masyarakat kota memilikinya. Tanpa
disadari, televisi yang menjadi ritual tontonan setiap hari, berpengaruh
terhadap pola pikir dan perilaku masyarakat.
Sayangnya,
siaran-siaran yang mendidik tidak seimbang dengan sajian entertainmen yang
semakin banyak menyedot perhatian orang banyak terutama kalangan remaja.
Televisi lebih banyak menghadirkan acara-acara hiburan, seperti sinetron, acara
boy/girl band dan macam-macam hiburan lainnya. Media lebih memprioritaskan
tontonan-tontonan yang berorientasi pasar.
Dampaknya
sangat tampak pada remaja. Sebagai akibat interaksinya dengan media, mereka
terjebak dalam uforia budaya pop tanpa sikap kritis. Mereka kian berlomba-lomba
meniru gaya para idolanya dalam banyak aspek.
Semakin
dalam mereka berinteraksi dengan budaya-budaya itu, semakin besar kemungkinan
mereka melupakan budaya-budaya lokal pribumi mereka. Dampak luasnya,
pengetahuan mereka mengenai budaya sendiri semakin kecil sehingga memungkinkan
memudarnya penghargaan dan kebangaan mereka terhadap budaya  mereka
sendiri.
Ini
merupakan penyakit sosial yang harus dicarikan solusi. Membiarkan fenomena ini
menjalar kemana-mana, sama artinya kita membiarkan bangsa ini menuju ambang
kehancuran.
Sulaiman (FISIP UIN Syarif Hidayatullah) 


0 komentar:
Posting Komentar